Artikel Kampus STAI Assalamiyah
Artikel Kampus STAI Assalamiyah

Jurnal

13 May 2025

14

0

Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 103 Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian ISSN: (p) 2337-6104 Journal of Islamic Studies ISSN :(e) 2721-3579 Vol. 12No.2 PEMBERANTASAN BUTA AKSARA AL-QUR’AN MELALUI PROGRAM KADERISASI GURU NGAJI Syaefulloh¹, Dewi Wulandari² Universitas Mathla’ul Anwar Banten¹, STAI Assalamiyah² Article Info Abstract Keywords: Illiteracy, cadre formation, Koran teacher Corresponding Author: saifulnawawi12@gmail.com dewiwulandarivis@gmail.com Illiteracy of the Koran is still a serious problem for the Indonesian Muslim community. The results of several studies show an increase in the level of Koran illiteracy in Indonesia which is caused by several factors, including the scarcity of Koran teachers. Several efforts have been made to eliminate or reduce the level of illiteracy of the Koran, one of which is through the Koran Teacher Cadre Program. This article aims to reveal and identify the concept of Koran teacher cadre formation, how it is implemented and what impact it has on the level of illiteracy of the Koran. The results of the research show that the Koran teacher cadre program is a special program that prepares quality human resources in the field of Al-Qur'an so that they are able to teach Al-Qur'an easily and pleasantly so that it can increase the number of people who learn Al-Qur'an and are expected to be able to reducing the level of illiteracy of the Koran. The Reciting Teacher Cadreship Program consists of; 1) Socialization, 2) Tashih, 3) Tahsin, 4) Certification, 5) Implementation Assistance, 6) Monitoring, 7) Evaluation and 8) Increasing competency through strengthening recitations, tahfizh Al-Qur'an, recitation study, talaqqi taking sanad and qiroat. This program has had an impact on the birth of many reliable and competent Al-Qur'an teachers who have contributed by opening AlQur'an classes in their respective regions and the birth of students who are able to read the Al-Qur'an well, correctly, tartil, memorize several juz and contribute to reducing the level of illiteracy of the Al-Qur'an.. Buta Aksara Al-Qur’an masih menjadi permasalahan serius ummat Islam Indonesia. Hasil beberapa riset menunjukan kenaikan tingkat buta aksara Al-Qur’an di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya kelangkaan guru ngaji. Beberapa upaya dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat buta aksara Al-Qur’an salah satunya melalui program Kaderisasi Guru Ngaji. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap dan mengidentifikasi konsep kaderisasi guru ngaji, bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana dampaknya terhadap tingkat buta aksara Al-Qur’an. Hasil penelitian menunjukan bahwa program kaderisasi guru ngaji merupakan program khusus yang mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas dalam bidang AlQur’an agar mampu mengajar Al-Qur’an dengan mudah dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan orang yang belajar Al-Qur’an dan diharapkan dapat mengurangi tingkat buta aksara Al-Qur’an. Program Kaderisasi Guru Ngaji terdiri atas ; Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian Journal Of Islamic Studies Volume 12 No. 2, (2024) 104 1) Sosialisasi, 2) Tashih, 3) Tahsin, 4) Sertifikasi, 5) Pendampingan Implementasi, 6) Monitoring, 7) Evaluasi dan 8) Peningkatan kompetensi melalui penguatan tilawah, tahfizh Al-Qur’an, kajian tajwid, talaqqi pengambilan sanad dan qiroat. Melalui program ini berdampak pada banyaknya lahir guru Al-Qur’an yang handal dan kompeten yang sudah berkontribusi dengan membuka kelas Al-Qur’an di wilayahnya masing-masing dan melahirnya peserta didik yang mampu membaca Al-Qur’an dengan baik, benar, tartil, hafal beberapa juz dan berkontribusi dalam mengurangi tingkat buta aksara Al-Qur’an. Kata Kunci : Buta Aksara, Kaderisasi, Guru Ngaji . © 2024 JAAD. the Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. Pendahuluan Buta Aksara Al-Qur’an masih menjadi permasalahan serius ummat Islam Indonesia. Tim Riset IIQ menyebutkan bahwa dari 3.111 orang di seluruh wilayah Indonesia digali kemampuannya membaca Al-Qur’an berdasar pada 4 parameter yaitu makharij al-huruf, sifat al-huruf, ahkam al-huruf dan al-mad wa al-qashr ditemukan bahwa indeks tingkat kemampuan membaca pada level cukup dan kurang ada pada persentase 72,25 % (Tim IIQ, 2023). Yandri Susanto (2023) mengatakan bahwa 72 persen ummat muslim Indonesia tidak bisa membaca Al-Qur’an. Syafruddin (2023) mengatakan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan oleh Dewan Masjid Indonesia menunjukan 65 persen umat Islam Indonesia tidak bisa membaca AlQur’an. Sementara itu, beberapa tahun sebelumnya jumlah buta aksara AlQur’an sebanyak 53, 57 persen. Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi pedoman bagi umat Islam yang berisi petunjuk yang lengkap meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. Tujuan utama diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk dibaca dan didengarkan atau Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 105 diperdengarkan, juga untuk diperhatikan atau direnungkan dan kemudian untuk diaktualisasikan dalam kehidupan (Rangkuti, 2021). Kemampuan membaca Al-Qur’an yang rendah atau buta aksara Al-Qur’an yang menjadi kendala dan tantangan yang besar bagi ummat Islam Indonesia dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Banyak faktor yang menjadikan seseorang atau masyarakat menjadi buta aksara Al-Qur’an, baik secara internal dari dalam dirinya maupun dari luar atau dari lingkungan sekitarnya. di antara faktor yang menyebabkan buta aksara Al-Qur’an antara lain: a) malu belajar karena usia, lingkungan dan tidak ada dukungan untuk belajar Al-Qur’an; b) kesibukan yang membuat mereka tidak memiliki waktu untuk belajar membaca mengajarkan Al-Qur’an; c) kelangkaan guru mengaji, khususnya di daerah minoritas; d) faktor ekonomi atau biaya yang digunakan untuk belajar AlQur’an. Banyak cara dan upaya yang dapat dilakukan untuk memberantas buta aksara Al-Qur’an, baik yang diselnggarakan melalui pendidikan formal yang di masukkan ke jam aktif maupun pendidikan informal dalam keluarga, lingkungan dan komunitas yang pembinaannya diselenggarakan ditempat pengajian seperti TPA, majelis taklim, kelompok masyarakat dan juga lingkungan keluarga. Melalui pendidikan formal dan nonformal tersebut diharapkan mampu memberantas buta aksara Al-Qur’an pada masyarakat Islam (Niasa, 2021). Sebagai bentuk tanggung jawab, kepedulian dan upaya ikut andil melakukan pemberantasan buta aksara Al-Qur’an, dibuat program yang bernama “Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji”. Penelitian ini, bertutujuan untuk mengungkap dan mengidentifikasi; a) konsep program kaderisasi guru ngaji, b) bagaimana implementasi program kaderisasi guru ngaji, c) bagaimana dampak program kaderisasi guru ngaji terhadap buta aksara Al-Qur’an; dan d) apa faktor pendukung dan penghambat program tersebut Metode Penelitian Penelitian kualitatif sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pelaku, persepsi, motivasi, tindakan yang secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaat berbagai metode ilmiah. (Fiantika, el 2021). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian terjun langsung Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian Journal Of Islamic Studies Volume 12 No. 2, (2024) 106 ke lapangan untuk mengumpulkan data. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, menggambarkan kondisi dengan kata-kata berdasarkan teori dan data yang ditemukan di lapangan. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan melihat langsung bagaimana program kaderiasasi guru ngaji. Wawancara dilakukan dengan pengurus program, anggota, dan peserta. Adapun dokumentasi dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen penting yang mendukung penelitian. Teknis analisis data dilakukan dengan cara menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat simpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Pembahasan 1. Buta Aksara Al-Qur’an Buta aksara terdiri atas dua kata; “buta dan aksara”. Buta didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melihat, mengidentifikasi objek secara visual berdasarkan bentuk atau warnanya. Sedangkan aksara adalah bentuk tulisan atau bahasa isyarat visual yang digunakan oleh orang untuk berkomunikasi (Rangkuti, 2021). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “buta” diartikan tidak dapat melihat karena rusak matanya (atau disebut dengan tunanetra). Buta juga dimaknai tidak tahu atau tidak mengerti sedikit pun tentang sesuatu (Kaltsum, 2020). As-Shobuni sebagaimana dikutip oleh Erwiyanto menjelaskan bahwa “AlQur’an adalah kalam (Firman) Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul (Muhammad) dengan perantara Al-Amin (Malaikat Jibril AS), tertulis di mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, diawali dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah Annas. Dengan demikian, Al-Qur’an merupakan firman Allah yang memiliki kandungan mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, akan bernilai ibadah bagi orang yang membacanya, tertulis di mushaf, diawali dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah Annas (Erwiyanto, 2016). Mukidi (2019) mengatakan bahwa buta aksara Al-Qur’an mengacu pada kurangnya pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, pengertian buta aksara Al-Qur’an adalah ketidakmampuan seseorang dalam membaca dan menulis huruf yang digunakan untuk menyusun Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 107 lafadz pada ayat-ayat Al-Qur’an sehingga menimbulkan kekhawatiran akan mengalami kesulitan dalam memahami makna Al-Qur’an. Quraish Shihab (2002) dalam "Tafsir AlMishbah" menyatakan bahwa buta aksara Al-Qur’an adalah kondisi di mana seseorang tidak mampu membaca dan memahami isi Al-Qur’an secara langsung karena tidak memiliki pengetahuan bahasa Arab yang memadai. Hamka (1992) dalam "Tafsir Al-Azhar" juga mengartikan buta aksara Al-Qur’an sebagai keadaan ketika seseorang tidak bisa membaca dan memahami isi AlQur’an karena keterbatasan pengetahuan bahasa Arab. Sementara Muhammad Abduh Tuasikal dalam "Membuka Jalan Memahami Al-Qur’an" menjelaskan buta aksara Al-Qur’an sebagai ketidakmampuan seseorang untuk membaca, menulis, dan memahami AlQur’an karena kurangnya pengetahuan bahasa Arab. Program pemberantasan buta aksara AlQur’an dirancang untuk mendidik individu yang tidak mampu membaca Al-Qur’an atau memahami maknanya secara akurat dan menyeluruh sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan hukum serta standar yang berlaku. Hal Ini tidak hanya dimaksudkan untuk berfungsi sebagai stimulant (Bimas Islam Kemenag, 2019). Upaya-upaya yang dilakukan untuk memberantas buta aksara Al-Qur’an diterapkan saat ini lebih banyak menggunakan beberapa pendekatan dan metodologi. Maksudnya adalah fokus penyelesaiannya pada membuat metodologi seperti; metode baghdadi, metode baghdadi, metode al-barqi, metode iqra’, metode qiraati, metode manhaji, dan metode ummi. Selain menggunakan pendekatan penyusunan metode, pemberantasan buta aksara AlQur’an juga dilakukan dengan membuat kegiatan atau program yang diselenggarakan di kalangan masyarakat secara umum, atau secara khususus seperti di kalangan guru, dai maupun penyuluh. Pemberantasan buta aksara Al-Qur’an adalah tindakan melenyapkan ketidakmampuan masyarakat yang belum bisa memahami cara membaca Al-Qur’an serta memahami makna yang terkandung di dalamnya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh komunitas guru ngaji adalah Program Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an melalui Kaderisasi Guru Ngaji. 2. Kaderisasi Guru Ngaji a. Konsep Kaderisasi Guru Ngaji Kaderisasi berasal dari kata dasar kader. Istilah kader memilki beberapa pengertian. Kata kader berasal dari bahasa perancis cadre, yang berarti elit atau inti. Jadi, kader merupakan orang- Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian Journal Of Islamic Studies Volume 12 No. 2, (2024) 108 orang yang termasuk dalam jajaran inti suatu organisasi yang memiliki kemampuan lebih disbanding dengan yang pada umumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kader merupakan orang yang diharapkan memegang peranan atau pekerjaan penting di dalam sebuah pemeintahan, partai, organisasi masyarakat, dan sebagainya (Solechan, 2018). Sementara itu, pengertian kaderisasi sendiri adalah pembentukan kader. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kaderisasi berarti proses pengkaderan, yaitu sebuah cara pembuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader, yang nantinya diharapkan memegang peranan penting dalam masyarakat, ormas (organisasi masyarakat), partai dan lain-lain (Solechan, 2018). Kaderisasi Guru Ngaji merupakan program yang dirintis dan didirikan untuk melahirkan para guru mengaji yang baik dan benar dalam membaca Al-Qur’an, menguasai materi ghoribul qur’an, tajwid, model-model pembelajaran AlQur’an, problematika pembelajaran AlQur’an serta mengetahui solusi dan cara penyelesaiannya, dibekali dengan konsep tahapan mengajar Al-Qur’an yang sistematis, kurikulum pembelajaran AlQur’an untuk semua tingkatan, administrasi pembelajaran Al-Qur’an dan prakter mengajar oleh masing-masing peserta yang mengikuti. (Mubarokah, 12 Mei 2024). Selain itu, program ini diharapkan semua calon guru ngaji memperoleh bekal yang cukup dalam aspek pengetahun dan keahlian. Dengan bekal ini, guru AlQur’an mampu menyajikan pembelajaran Al-Qur’an yang mudah dan menyenangkan bagi murid-muridnya, sehingga muncul motivasi, semangat dan kesadaran untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan bacaan AlQur’an yang baik, benar dan tartil. Dengan program ini pula diharapkan mampu menghilangkan atau mengurangi buta aksara Al-Qur’an di Indonesia (Mubarokah, 12 Mei 2024). b. Program Utama Kaderisasi Guru Ngaji memiliki program utama yang juga merupakan sebagai jenjang tahapan yang harus diikuti oleh peserta. Program utama tersebut adalah: 1) Sosialisasi Sosisalisasi Kaderisasi Guru Ngaji meupakan proses mengenalkan dan menginformasikan serta menjelaskan tentang program tersebut. Hal itu dilakukan untuk memberi gambaran umum kepada calon peserta tentang isi program, jadwal, kegiatan, alur kegiatan, pembiayaan dan lain-lainnya, sehingga dengan sosialisasi ini peserta diharapkan mendapatkan informasi yang utuh mengenai program tersebut, peserta pula dapat memberi pilihan dan keputusan Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 109 apakah ia akan mengikuti program tersebut atau tidak setelah mengikuti program sosialisasi dilaksanakan (Wulan, 12 Mei 2024). Adapun bentuk sosialisasi dilakukan oleh team dengan menggunakan strategi berikut: a) Membuat flyer informasi dan pendaftaran; b) Menyebarkan informasi di media massa seperti grup whatsapp, ig, fb, tiktok, youtube dan lainnya c) Mendatangi lembaga dan komunitas d) Membuat seminar dan workshop 2) Tashih Setelah peserta mengikuti kegiatan sosialisasi maka dilanjutkan ke program tashih. Kegiatan tashih merupakan pemetaan kemampuan membaca AlQur’an bagi guru atau calon guru yang akan mengajarkan Al-Qur’an. Eneng Sri Wulan menjelaskan bahwa tashih itu secara bahasa arti membenarkan, akan tetapi dalam hal ini tashih yang dimaksudkan adalah proses seleksi atau kemampuan dasar bacaan calon guru dan guru Al-Qur’an, untuk dilihat apakah bacaannya benar, baik dan sesuai dengan kaidah dasar ilmu tajwid atau belum serta dilihat apakah sudah layak dan siap menjadi guru Al-Qur’an. Program tashih ini bertujuan untuk memastikan guru yang mengajar AlQur’an tersebut baik dan benar bacaannya. Hal ini berkaitan dengan tugas guru dalam mengajar siswa yang harus dipastikan tartil dalam membaca Al-Qur’an. Oleh karena itulah semua guru yang akan mengajar Al-Qur’an harus mengikuti program tashih (Wulan, 12 Mei 2024). 3) Tahsin Tahsin merupakan program yang bertujuan untuk membaguskan bacaan Al-Qur’an guru-guru yang mengajar AlQur’an. Latarbelakang diadakannya program tahsin ini adalah karena guru yang mengajar Al-Qur’an dalam sebuah lembaga ini berasal dari latar belakang yang beragam baik dalam pendidikan, guru sebelumnya, lembaga tempat belajar, cara belajar, bacaan dan lain sebagainya. Jika keberagaman ini dibiarkan begitu saja, akan berdampak pada tidak adanya standar dalam aspek bacaan Al-Qur’an yang dapat berdampak negatif bagi mutu pembelajaran serta hasil belajar siswa yang bisa dipastikan akan berbeda-beda dalam aspek bacaan. Harapannya, setelah melaksanakan dan mengikuti kegiatan tahsin ini, guru memiliki pemahaman yang sama terhadap standarisasi pemahaman bacaan, juga memiliki kompetensi yang sama dalam hal bacaan Al-Qur’an. Di samping itu, guru pula memiliki keseragaman irama yang kelak akan menjadi ciri khas dari bacaan Al-Qur’an di lembaga tersebut (Muhammad, 12 Mei 2024). Program Tahsin dilaksanakan seminggu sekali di hari sabtu mulai dari pukul Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian Journal Of Islamic Studies Volume 12 No. 2, (2024) 110 08.00 sampai dengan pukul 12.00. dilaksanakan secara klasikal yang dupimpin oleh musyrif atau trainer pengampu. Materi yang diajarkan mencakup makharijul huruf, harakat, mad, huruf sukun, bacaan dengung, waqaf ibtida, qolqolah, bacaan tidak dengung, fawatihussuwar, tadarrus, ghorib tajwid yang kemas dengan cara belajar yang aplikatif, mudah dan menyenangkan. Program ini diselenggarakan selama kurang lebih 4 bulan. Setelah mengikuti tahapan ini peserta akan dilaksanakan tashih kembali pada pertemuan terakhir sebagai bentuk pemastian hasil (Wulan, 12 Mei 2024). 4) Sertifikasi Guru Latar belakang guru yang mengajar dalam sebuah lembaga sangat beragam, baik dari segi usia, daerah maupun pendidikan yang berimplikasi kepada perbedaan pemahaman dalam hal metodologi. Jika keberagaman ini dibiarkan begitu saja, maka akan berdampak pada mutu pembelajaran yang tidak baik. Oleh karenanya, perlu dibuatkan suatu program yang mampu menarik ke satu sisi yang bisa menyamakan pemahaman dan metodologi mengajar. Muhammad, selaku koordinator AlQur’an menjelaskan bahwa dalam rangka mengatasi kendala beragamnya pemahaman dan metodologi yang dipengaruhi dari latar belakang berbeda tersebut, lembaga melaksanakan program yang disebut dengan sertifikasi guru AlQur’an. Lebih lanjut Muhammad menjelaskan bahwa program sertifikasi guru Al-Qur’an ini merupakan program standarisasi dalam aspek metodologi, administrasi pembelajaran, tahapan mengajar, classroom management dan lain sebagainya yang berkaitan dengan metodologi. Program ini merupakan lanjutan program tashih dan tahsin. Pada program tashih dan tahsin guru dipetakan kemampuan dasar dalam membaca Al-Qur’an dan standarisasi bacaannya, maka tahapan berikutnya adalah standirasi pemahaman dan praktek mengajar atau metodologi mengajar. Hal ini dilakukan agar setiap guru memiliki persepsi dan pemahaman yang sama terhadap metodologi atau cara pengajaran. Harapannya, jika guru sudah sama standar pemahaman dan praktek bacaanya, ditambah dengan adanya keseragaman pemahaman dan praktek ngajar, tahapan, target dan administrasinya, akan meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pembelajaran Al-Qur’an yang melahirkan siswa siswi yang memiliki kemampuan yang sama dalam hasil belajarnya (Muhammad, 12 Mei 2024). Kegiatan sertifikasi dilaksanakan selama tiga hari penuh, mulai dari pagi sampai dengan sore. Peserta sertifikasi mempelajari tentang sistem mutu Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 111 pembelajaran Al-Qur’an, problematika, 4 model pembelajaran, tahapan mengajar, classroom management, cara mengajar masing-masing jilid buku, administrasi, kurikulum, menjadi guru alquran handal yang dilengkapi dengan microteaching yang dikemas dengan game dan suasana belajar yang menyenangkan dan menyentuh hati (Wulan, 12 Mei 2024). 5) Pendampingan Implementasi Indria menjelasakan bahwa terdapat banyak guru yang mengikuti pelatihan sebuah metode, atau terdapat banyak orang yang membuat metode pembelajaran Al-Qur’an dalam bentuk buku panduan yang dicetak dan dibuatkan cara pengajarannya lalu dibuatkan pelatihan. Namun setelah pelatihan tersebut tidak ada pendampingan tentang bagaimana memulai, dari mana mulai sehingga banyak guru yang pada akhirnya akan mengira-ngira tehnik atau cara implementasi awal, sehingga hasilnya menjadi tidak maksimal. Lebih lanjut, Indria menjelaskan bahwa tidak adanya proses pendampingan awal dalam tahapan implementasi dasar suatu metodologi disebuat lembaga ini berpengaruh sekali, bahkan bisa menyebabkan keterlambatan pencapain pembelajaran, dan menghambat mutu pembelajaran Al-Qur’an. Dalam rangka mengatasi ketidakpahaman dalam memulai implementasi dan optimalisi implementasi metodologi dan pembelajaran, maka dilaksanakan pendampingan. Program pendampingan ini dilaksanakan selama dua hari. Trainer melakukan kosultasi awal dengan pihak lembaga untuk menentukan koordinator, Menyusun kurikulum, melakukan pemetaan siswa, pengelompokan siswa, penempatan guru dan menyiapkan administrasi pembelajaran serta dilanjutkan dengan implementasi awal pembelajaran Al-Qur’an di lembaga atau tempat ngaji baru yang akan melaksanakan pembelajaran Al-Qur’an (Shuffah, 12 Mei 2024). 6) Monitoring Indria menjelasakan bahwa setelah melaksanakan program pendampingan implementasi kondisi pembelajaran lebih terstruktur, teratur dan rapih, karena anak-anak dikelompokkan sesuai dengan kemampuan dan dengan guru yang lebih tepat. Saat belajar anak lebih tertib, lebih nyaman dan lebih cepat pencpaiannya. Program kerjasama tidak berhenti di program pendampingan implementasi, akan tetapi dilanjutkan dengan program monitoring. Program monitoring ini merupakan program lanjutan dari program pendampingan implementasi, hal ini dilakukan sebagai upaya penjagaan terhadap proses awal yang baik dan agar tetap berada dalam koridor Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian Journal Of Islamic Studies Volume 12 No. 2, (2024) 112 pembelajaran yang ditetapkan (Shuffah, 12 Mei 2024). Monitoring dalam dunia pendidikan sekolah, merupakan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan sekolah atau orang yang sudah diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap guru atau pekerja. monitoring dilakukan untuk mengamati dan melihat kinerja dan profesionalisme guru, apakah sudah menjalankan kegiatan sesuai dengan yang ditetapkan atau belum, juga untuk melihat kualitas dari pekerjaannya tersebut (Shuffah, 12 Mei 2024). 7) Evaluasi Evaluasi terbagi menjadi dua bagian; pertama evaluasi internal kedua evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan oleh guru dan koordinator Lembaga dalam bentuk tes kenaikan jilid, surat dan simaan. Sementara evaluasi eksternal meruapakan evaluasi yang dilakukan oleh team kaderisasi guru ngaji yang dilakukan dalam bentuk ujian akhir dalam aspek bacaan atau hafalan. Bagi yang dinyatakan lulus akan mendapatkan ijazah. Sedangkan evaluasi terbuka adalah bentuk laporan hasil capaian siswa yang sekaligus ditampilkan dan diuji dihadapan khalayak ramai sebagi alporan pertanggungjawabandan juga ungkapan rasa syukur c. Program Lanjutan 1) Penguatan Tilawah Setelah Implementasi, evaluasi dan pembinaan, tahapan akhir yang dilakukan adalah penguatan aspek bacaan melalui program pendalaman tilawah. Program ini dilakukan untuk memberi pemahaman yang kuat terhadap pilar-pilar bacaan guru yang dilakukan secara mendalam terhadap makharijul huruf dan sifatul huruf cara baca serta dalil-dalil yang harus dikuasai. Selain target pemahaman yang kuat, dalam tahapan ini pula mentargetkan guru mampu menguasai cara bacaan yang tartil, fasih dan tahqiq. Hal itu dilakukan karena kompetensi guru dalam aspek bacaan menjadi landasan utama untuk meningkatkan profesionalisme guru. Program ini dilaksanakan dua bulan sekali atau satu bulan sekali dengan mempelajari makhraj dan sifat huruf lanjutan secara aplikatif menggunakan buku penguatan tahsin dan memperbanyak praktek atau Latihan (Far’aini, 12 Mei 2024). 2) Program Tahfizh Merupakan program peningkatan kompetensi dalam aspek hafalan yang bertujuan untuk menambah jumlah hafalan bagi guru maupun trainer, sehingga saat trainer dan guru mengajarkan tahfizh, mereka lebih semangat dan percaya diri. kegiatan ini dilaksanakan satu minggu sekali dengan waktu pembinaan pada hari jumat pukul 13.30 s/d pukul 15.00 yang dibimbing oleh musyrif musyrifah yang sudah hafal Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 113 Al-Qur’an 30 Juz. Melalui program ini para guru dan trainer diharapkan semakin mumpuni keilmuannya dalam aspek hafalan Al-Qur’an, dan diharapkan mampu hafal 30 juz Al-Qur’an 3) Talaqqi Pengambilan Sanad Merupakan Program peningkatan kualitas bacaan dengan bacaan yang memiliki sanad yang menyambung sampai kepada rasulullah saw. Dilaksanakan dengan talaqqi kepada guru yang memiliki sanad kepada Rasulullah saw. Diselenggarakan dua kali dalam seminggu pada hari selasa siang dan jumat siang. Peserta yang mengikuti akan mendapatkan sanad jika sudah selesai menyetorkan 30 juz AlQur’an baik secara melihat (binnadzhori) atau hafalan (bilhifzhi) 4) Kajian Kitab Tajwid Merupakan Program peningkatan kualitas pemahan ilmu tajwid yang merujuk pada kitab-kitab rujukan utama dan sandaran utama ilmu tajwid. Hal ini dilakukan agar guru memiliki pemahaman yang kompheherensih, luas dan mendalam berdasarka sumber dan rujukan yang kuat atas bacaan yang selama ini diamalkan. Dilaksanakan dengan talaqqi dan kajian kitab tajwid rujukan para ulama yang juga diisi dengan tadarrus munawabah. Diselenggarakan satu bulan sekali setiap akhir bulan. 5) Talaqqi Qiroaat Sab’ah dannAsyarah Merupakan Program peningkatan kualitas keilmuan dalam aspek bacaan atau qiraat selain bacaan atau qiroat yang pada umumnya, karena qiroat tidak hanya satu. Oleh karenanya guru dibekali dengan pengetahuan dan praktek qiroat imam lain yang dikenal dengan qiraat sab’ah dan qiraat asyarah. d. Dampak Melalui program ini telah lahir lebih dari seribu guru ngaji dari berbagai daerah di banten dan di luar banten yang telah memiliki kemapuan bacaan yang baik, kompetensi Al-Qur’an yang mumpuni dan telah dapat berkontribusi mengajarkan Al-Qur’an di lingkungan sekitar yang secara langsung membantu mengurangi buta aksara Al-Qur’an di Banten Khususnya, Indonesia pada umumnya. (Shuffah, 12 Mei 2024). Penutup Kesimpulan Pemberantasan buta aksara AlQur’an melalui program kaderisasi guru ngaji merupakan terobosan baru dalam membantu masyarakat untuk dapat memberantas buta aksara Al-Qur’an di Indonesia pada umumnya di banten secara khusus. Dikemas melalui konsep yang menarik, mudah, menyenangkan dan sistematis dengan tahapan program meliputi ; 1) Sosialisasi, 2) Tashih, 3) Tahsin, 4) Sertifikasi, 5) Pendampingan Implementasi, 6) Monitoring, 7) Evaluasi dan 8) Peningkatan kompetensi melalui penguatan tilawah, tahfizh AlQur’an, kajian tajwid, talaqqi Jurnal Aksioma Ad Diniyah : The Indonesian Journal Of Islamic Studies Volume 12 No. 2, (2024) 114 pengambilan sanad dan qiroat yang melahirkan guru ngaji yang banyak dan dapat berkontribusi untuk dapat memberantas buta aksara Al-Qur’an Saran 1.Pentingnya kesadaaran masyarakat tentang mengaji Al-Qur’an 2.Pendampingan sangat penting agar proses mengaji berjalan dengan lancar serta makhorijul hurupnya jelas. 3.Pentingnya Kerjasama dengan Kementerian Agama 4.Calon guru di harapkan bisa mengaji dan mengetahu makhorijul hurup 5.Pengadaan pelatihan bagi pendampingan guru ngaji. Daftar Pustaka Erwiyanto. (2016). Al-Itqon Panduan Kompeherensif Memahami Bacaan Gharib dan Musykilat Al-Qur'an Menurut Imam Ashim Riwayat Hafsh Thariq Syatibiyah. Surabaya: Lembaga Ummi Foundation Hamka, Tafsir Al-Azhar. (Jakarta: Pustaka Panjimas) 1992 Islam, Bimas. 2020. “Kisah Penyuluh Darsiti, Kenalkan Aksara Al-Qur’an Di Terminal Tegal.” Kementerian Agama RI. Kaltsum, Lilik Ummi. Dimensi Buta dalam Al-Qur’an: Studi Ayat-ayat A’mā dengan Aplikasi Metode Tafsir Tematik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mukidi, Muklisin Muklis. 2019. “Pemberantasan Buta Aksara Al - Qur’an Pada Suku Anak Dalam (SAD) (Studi Kasus Di Desa Dwi Karya Bhakti Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo Provinsi Jambi).” Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya 5(1) Niasa, M. Z. La, Kamaruddin, & Asrianto Zainal, M. (2021). Efektifitas Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Bebas Buta Aksara Al Quran Pada Masyarakat Islam di Kelurahan Anawai Kecamatan Wuawua Kota Kendari Dalam Perspektif Hukum Islam. Qaimuddin, 1(1), 24–43. Rangkuti, C., Ependi, R., & Ismaraidha. (2021). Dinamika Guru Mengaji Dalam Pemberantasan Buta Aksara AlQuran di Daerah Minoritas. Seminar of Social Sciences Engineering & Humaniora, 2, 333– 340 Shihab, M. Qurais. Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an. (Jakarta : Lentera Hati, 2002) Cet 11 Vol 15 Supriatno, N., Maya, R., & Priyatna, M. (2020). Implementasi metode Iqro’ dalam mengatasi buta huruf AlQur’an pada peserta didik dewasa: Studi kasus di taman pendidikan alqur’an 435 masjid sindang raya tamansari kabupaten bogor tahun Syaefulloh & Dewi Wulandari / Pemberantasan Buta Aksara Al-Qur’an Melalui Program Kaderisasi Guru Ngaji/ 103-115 115 ajaran 2019/2020. Prosa IAI: Prosiding Al Hidayah Pendidikan Agama Islam, 2(2B), 93–100. Solechan. Manajemen Kaderisasi Guru Al Qur’andi Madrasah Al Urwatul Wutsqo Bulurejo Diwek Jombang Website : https://iiq.ac.id/berita/tim-iiq-jakartapaparkan-hasil-riset-tingginya-butaaksara-Al-Qur’an-di-gedung-dprmpr-ri-senayan/ https://www.cnnindonesia.com/nasional/ 20230306064622-20-921284/mprmengkhawatirkan-72-persen-muslimindonesia-buta-aksara-Al-Qur’an https://www.tvonenews.com/berita/nasio nal/23996-65-persen-warga-butahuruf-Al-Qur’an-waketum-dmi-ajakpemuda-muslim-berjuangmengatasinya. https://news.detik.com/berita/d6610777/72-muslim-ri-buta-aksaraAl-Qur’an-waket-mpr-perbanyakguru-ngaji

Bagikan

Tutup message